Rabu, 22 Juni 2016

Adat Istiadatdi Solo

Upacara adat, ritual adat, prosesi adat tradisi, ritual keagamaan, upacara keagamaan, atau bagaimana pun orang menamainya saat ini telah banyak dihubungkan dengan wisata budaya atau juga wisata religi. Selain menjadi sebuah ciri atau tanda tersendiri bagi suatu kawasan, jenis kegiatan ini juga telah banyak dijadikan potensi wisata oleh pemerintah daerah kawasan tersebut.
Surakarta dengan latar belakang sejarah Jawa yang sangat kaya menyimpan begitu banyak kekayaan baik berupa artefak, situs, ataupun juga jenis kegiatan. Selain itu, keanekaragaman budaya atau agama yang hidup didalamnya juga menghidupkan beberapa jenis tradisi yang menjadi warna dalam budaya Jawa yang kental di kawasan eks karesidenan Surakarta.
Berikut adalah beberapa upacara adat di Solo Raya dan juga beberapa upacara keagamaan di Solo Raya yang sering ditunggu waktu kehadirannya:
Setiap hari Jum’at selepas sholat Jum’at di pertengahan bulan Sapar. Bertempat di Masjid Ciptomulyo Pengging Banyudono, Boyolali.
Tanggal 5 bulan Mulud (Rabiul Awal tahun Hijrah) sampai tanggal 11 (tujuh hari). Bertempat di Masjid Agung Keraton Surakarta. Sementara pasar malam Sekaten digelar di Alun-Alun Utara.
3. Grebeg Mulud, Masjid Agung, Solo
Tanggal 12 bulan Mulud. Bertempat di halaman Masjid Agung Keraton Surakarta.
Digelar berdekatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Bertempat di Petilasan Keraton Kasultanan Pajang, Makam Haji, Kartosuro, Sukoharjo.
5. Grebeg Sudiro, Sudiroprajan, Solo
Menjelang Imlek. Bertempat di kawasan Pasar Gede, Solo.
6. Haul Habib Al-Habsy, Pasar Kliwon, Solo
Tanggal 20 Rabiultsani. Bertempat di Masjid Ar Riyadh, Pasar Kliwon, Solo.
7. –
8. Upacara Keagamaan Tawur Agung, Candi Prambanan
Biasa digelar sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Bertempat di Candi Prambanan.
Jatuh pada hari Senin atau Kamis, 40 hari setelah Grebeg Mulud di Masjid Agung Keraton Surakarta. Bertempat di Hutan Krendawahana, Karanganyar.
10. Prosesi Jalan Salib, Gunung Gandul, Wonogiri
Digelar setiap Jum’at Agung atau Hari Peringatan Wafat Isa Al Masih. Bertempat di Gunung Gandul, Wonogiri.
11. Cembengan atau Manten Tebu, Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar
Setiap Jum’at Pon di bulan April – Mei (musim giling). Bertempat di Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar.
Jatuh setiap Selasa Kliwon wuku Mondosiyo. Bertempat di Dusun Pancot, Kalisoro, Tawangmangu, Karanganyar.
Digelar setiap tanggal 25 bulan Rajab. Bertempat di Keraton Surakarta.
14. Labuhan Ageng Keraton Yogyakarta, Kahyangan, Wonogiri
Setiap akhir bulan Rejeb, sekali dalam sewindu (delapan tahun) atau pada tahun Dal. Bertempat di Objek Wisata Kahyangan, Wonogiri, bersamaan dengan Labuhan Ageng Keraton Yogyakarta yang digelar di tiga lokasi lainnya yaitu Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Pantai Parang Kusumo. Terakhir dilaksanakan pada 2010 (berikutnya pada 2018).
15. Upacara Adat Dalungan, Dusun Dalungan, Macanan, Kebakkramat, Karanganyar
Jatuh setiap Jum’at Legi bulan Ruwah. Bertempat di Desa Dalungan, Kebakkramat, Karanganyar.
Biasa digelar setiap Jum’at Wage di bulan Syaban atau Ruwah. Berlokasi di pesanggrahan dekat pemakaman umum Dusun Ngablak, Desa Kroyo, Kecamatan Karangmalang, Sragen.
Biasa berlangsung dari tanggal 15 bulan Ruwah hingga menjelang Puasa atau juga biasa pada tanggal 16 bulan Ruwah. Bertempat di makam Purolayu Dukuh Tunggulsari, Desa Sukobumi, Cepogo, Boyolali.
Digelar setiap Jum’at Kliwon tanggal 27 bulan Ruwah. Bertempat di Makam Ki Ageng Pandanaran, Paseban, Bayat, Klaten.
Tradisi yang sudah berjalan puluhan tahun ini biasa digelar sepanjang bulan puasa. Bertempat di Masjid Darussalam, Jayengan, Serengan, Solo.
Tradisi Padusan selalu dilakukan sehari sebelum dimulainya Bulan Puasa Ramadhan. Dalam hitungan Jawa, hari itu selalu jatuh pada hari terakhir bulan Ruwah (bulan sebelum bulan Poso).
Setiap malam ke-21 bulan Poso. Bertempat di Masjid Agung Keraton Surakarta setelah sebelumnya diarak dari Keraton.
Jatuh di setiap Anggara Kasih atau Selasa Kliwon pada wuku Dukut. Bertempat di Candi Menggung, Pepunden Dusun Nglurah, Tawangmangu, Karanganyar.
23. Grebeg Pasa, Masjid Agung, Solo
Digelar setiap tanggal 2 bulan Syawal. Bertempat di Masjid Agung Surakarta.
Tradisi Syawalan warga Desa Sruni rutin digelar pada 8 Syawal. Lokasi penyelenggaraan adalah Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali.
Tradisi Syawalan di Bukit Sidoguro rutin digelar setiap tahun setiap tanggal 8 Syawal atau seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Bertempat di Bukit Sidoguro, Krakitan, Bayat, Klaten.
Biasa digelar seminggu setelah perayaan Idul Fitri. Bertempat di TST Jurug.
Setiap hari Jum’at Wage di musim kemarau setelah panen raya, akhir Juli hingga pertengahan September. Bertempat di Sendang Sinongko, Pokak, Ceper, Klaten.
28. –
29. Grebeg Besar, Masjid Agung, Solo
Setiap tanggal 10 bulan Besar atau 10 Dzul Hijjah. Bertempat di Masjid Agung Keraton Surakarta.
Setiap hari Sabtu Kliwon bulan Besar atau hari Minggu setelahnya. Bertempat di Objek Wisata Setren, Wonogiri.
Setiap pergantian tahun tepat pada malam 1 Suro. Terdapat dua kirab dalam memperingati Malam 1 Suro atau Malam 1 Muharam. Yaitu bertempat di Keraton Kasunanan Surakarta, biasa dikenal dengan Kirab Kebo Bule dan di Pura Mangkunegaran.
Setiap malam 1 Suro. Bertempat di Pantai Sembukan Wonogiri.
Setiap malam 1 Suro. Bertempat di Joglo Selo, Selo, Boyolali.
Setiap 1 Suro malam. Bertempat di Petilasan Kasultanan Keraton Pajang.
Setiap malam Selasa Kliwon atau Jum’at Kliwon di bulan Suro atau saat malam 1 Suro. Bertempat di Kahyangan, Wonogiri.
Setiap tanggal 1 bulan Suro atau 1 Muharram. Bertempat di Makam Pangeran Samudro, Gunung Kemukus, Sumberlawang, Sragen.
Biasa digelar bersamaan dengan Festival Gethek di Sungai Bengawan, yaitu pada pertengahan bulan November. Bertempat di Kampung Sewu, Solo.
Setiap tanggal 9 bulan Suro. Bertempat di Pura Mangkunegaran.
39. Kirab Babad Kepatihan atau Peringatan Hari Lahirnya Titi Laras Karawitan Kepatihan
Setiap tanggal 15 bulan Suro. Bertempat di Kepatihan, Solo.
Rutin digelar setiap Jum’at Kliwon atau Jum’at Wage di bulan Suro. Berlokasi di bangsal Tanjungsari Dusun Dlimas, Dlimas, Ceper, Klaten.
Jatuh setiap malam bulan purnama bulan Suro atau tanggal 15 bulan Suro. Bertempat di Dusun Kendal, Jatipuro, Karanganyar.
Setiap hari Jum’at Kliwon minggu keempat bulan Suro. Bertempat di Makam Ki Ageng Pantaran, Ampel, Boyolali.
Setiap hari Minggu terakhir bulan Suro. Bertempat di Makam Ki Ageng Balak, Bendosari, Sukoharjo.
Setiap hari Jum’at di pertengahan bulan Sapar, kue apem biasa disebar setelah Sholat Jum’at. Bertempat di Jatinom, Klaten. Untuk dapat memahami perhitungan penanggalan Jawa, situs berikut ini akan sangat membantu dalam menemukan kapan kegiatan itu digelar. Selain itu, mempelajari siklus waktu dalam penanggalan Jawa juga akan dapat sangat membantu. Karena kebanyakan kegiatan budaya di Surakarta ditentukan dengan menggunakan penanggalan Jawa.

Adat Istiadat Batak

Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Pantai Barat dan Pantai Timur di Provinsi Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak TobaBatak KaroBatak PakpakBatak SimalungunBatak Angkola, dan Batak Mandailing.
Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama IslamKristen ProtestanKristen Katolik. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Konsep Agrikultural Suku Batak – Marsitalolo dan Solu. Orang Batak bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi. Pada umumnya, panen padi berlangsung setahun sekali. Namun, di beberapa tempat ada yang melakukan panen sebanyak dua atau tiga kali dalam setahun (marsitalolo).
Selain bercocok tanam, peternakan merupakan mata pencarian penting bagi orang Batak. Di daerah tepi danau Toba dan pulau Samosir, pekerjaan menangkap ikan dilakukan secara intensif dengan perahu (solu). Konsep Bahasa, Pengetahuan, dan Teknologi Suku Bangsa Batak
Bahasa, pengetahuan, dan teknologi adalah bentuk budaya dasar sebuah bangsa atau suku bangsa. Mari kita ulas ketiga aspek tersebut pada suku bangsa Batak.
1. Bahasa
Suku Batak berbicara bahasa Batak. Bahasa Batak termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu – Polinesia. Hampir setiap jenis suku Batak memiliki logat tersendiri dalam berbicara. Oleh karena itu bahasa Batak memiliki 6 logat, yakni logat Karo oleh orang Batak Karo, logat Pakpak oleh orang Batak Pakpak, logat Simalungun oleh orang Batak Simalungun, logat Toba oleh orang Batak Toba, Mandailing, dan Angkola.
2. Pengetahuan
Masyarakat suku Batak mengenal sistem gotong royong kuno, terutama dalam bidang bercocok tanam. Gotong royong ini disebut raron oleh orang Batak Karo dan disebut Marsiurupan oleh orang Batak Toba. Dalam gotong royong kuno ini sekelompok orang (tetangga atau kerabat dekat) bahu-membahu mengerjakan tanah secara bergiliran.
3. Teknologi
Teknologi tradisional suatu suku bangsa adalah bentuk kearifan lokal suku bangsa tersebut. Suku bangsa Batak terbiasa menggunakan peralatan sederhana dalam bercocok tanam, misalnya bajak (disebut tenggala dalam bahasa Batak Karo), cangkul, sabit (sabi-sabi), tongkat tunggal, ani-ani, dan sebagainya.
Teknologi tradisional juga diaplikasikan dalam bidang persenjataan. Masyarakat Batak memiliki berbagai senjata tradisional seperti hujur (semacam tombak), piso surit (semacam belati), piso gajah dompak (keris panjang), dan podang (pedang panjang).
Di bidang penenunan pun teknologi tradisional suku Batak sudah cukup maju. Mereka memiliki kain tenunan yang multifungsi dalam kehidupan adat dan budaya suku Batak, yang disebut kain ulos.
Konsep Marga dalam Suku Bangsa Batak
Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, kata ‘marga’ merupakan istilah antropologi yang bermakna ‘kelompok kekerabatan yang eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal’ atau ‘bagian daerah (sekumpulan dusun) yang agak luas (di Sumatra Selatan).
Marga adalah identitasnya suku Batak. Marga diletakkan sebagai nama belakang seseorang, seperti nama keluarga. Dari marga inilah kita dapat mengidentifikasi bahwa seseorang adalah benar orang Batak.
Ada lebih dari 400 marga Batak, inilah beberapa di antaranya:
Aritonang, Banjarnahor (Marbun), Baringbing (Tampubolon), Baruara (Tambunan), Barutu (Situmorang), Barutu (Sinaga), Butarbutar, Gultom,     Harahap, Hasibuan, Hutabarat, Hutagalung, Gutapea, Lubis, Lumbantoruan (Sihombing Lumbantoruan), Marpaung, Nababan, Napitulu, Panggabean,   Pohan, Siagian (Siregar), Sianipar, Sianturi, Silalahi, Simanjuntak, Simatupang, Sirait, Siregar, Sitompul, Tampubolon, Karokaro Sitepu, Peranginangin Bangun,  Ginting Manik, Sembiring Galuk, Sinaga Sidahapintu, Purba Girsang, Rangkuti.
Masyarakat Batak yang menganut sistim kekeluargaan yang Patrilineal yaitu garis keturunan ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak yang turun dari marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum wanita. Namun bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah. Apalagi pengaruh perkembangan zaman yang menyetarakan kedudukan wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan.
Dalam pembagian warisan orang tua. Yang mendapatkan warisan adalah anak laki – laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak laki – laki juga tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki – laki yang paling kecil atau dalam bahasa batak nya disebut Siapudan. Dan dia mendapatkan warisan yang khusus. Dalam sistem kekerabatan Batak Parmalim, pembagian harta warisan tertuju pada pihak perempuan. Ini terjadi karena berkaitan dengan system kekerabatan keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan. Dan bukan berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional, tetapi biasanya dikarenakan orang tua bersifat adil kepada anak – anak nya dalam pembagian harta warisan.
Dalam masyarakat Batak non-parmalim yang sudah bercampur dengan budaya dari luar), hal itu juga dimungkinkan terjadi. Meskipun besaran harta warisan yang diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah, pelaku, doktrin agama dianut dalam keluarga serta kepentingan keluarga. Apalagi ada sebagian orang yang lebih memilih untuk menggunakan hukum perdata dalam hal pembagian warisannya.
Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak kandung. Karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati proses adat tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi memang ada beberapa jenis harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan anak angkat yaitu Pusaka turun – temurun keluarga. Karena yang berhak memperoleh pusaka turun-temurun keluarga adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan.
Dalam Ruhut-ruhut ni adat Batak (Peraturan Adat batak) jelas di sana diberikan pembagian warisan bagi perempuan yaitu, dalam hal pembagian harta warisan bahwa anak perempuan hanya memperoleh: Tanah (Hauma pauseang), Nasi Siang (Indahan Arian), warisan dari Kakek (Dondon Tua), tanah sekadar (Hauma Punsu Tali). Dalam adat Batak yang masih terkesan Kuno, peraturan adat – istiadatnya lebih terkesan ketat dan lebih tegas, itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan tidak mendapatkan apapun. Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah anak Bungsu atau disebut Siapudan. Yaitu berupa Tanak Pusaka, Rumah Induk atau Rumah peninggalan Orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh semua anak laki – laki nya. Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi meninggalkan kampong halaman nya, karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai penerus ayahnya, misalnya jika ayahnya Raja Huta atau Kepala Kampung, maka itu Turun kepada Anak Bungsunya (Siapudan).
Dan akibat dari perubahan zaman, peraturan adat tersebut tidak lagi banyak dilakukan oleh masyarakat batak. Khususnya yang sudah merantau dan berpendidikan. Selain pengaruh dari hukum perdata nasional yang dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan adanya persamaan gender dan persamaan hak antara laki – laki dan perempuan maka pembagian warisan dalam masyarakat adat Batak Toba saat ini sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Jadi hanya tinggal orang-orang yang masih tinggal di kampung atau daerah lah yang masih menggunakan waris adat seperti di atas. Beberapa hal positif yang dapat disimpulkan dari hukum waris adat dalam suku Batak Toba yaitu laki-laki bertanggung jawab melindungi keluarganya, hubungan kekerabatan dalam suku batak tidak akan pernah putus karena adanya marga dan warisan yang menggambarkan keturunan keluarga tersebut. Dimana pun orang batak berada adat istiadat (partuturan) tidak akan pernah hilang. Bagi orang tua dalam suku batak anak sangatlah penting untuk diperjuangkan terutama dalam hal Pendidikan. Karena Ilmu pengetahuan adalah harta warisan yang tidak bisa di hilangkan atau ditiadakan. Dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka seseorang akan mendapat harta yang melimpah dan mendapat kedudukan yang lebih baik dikehidupannya nanti.

Adat istiadat suku Madura

 suku madura berasal dari madura. Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang mempunyai etos kerja yang tinggi, ramah, giat bekerja dan ulet, mereka suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang perantauan asal Madura umumnya berprofesi sebagai pedagang, misalnya: berjual-beli besi tua, pedagang asongan, dan pedagang pasar.

Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan. Juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja. Untuk naik haji,, orang Madura sekalipun miskin pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji. Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat, sekalipun kadang melakukan ritual pitual atau rokat tasse (sama dengan larung sesaji).

Tulisan di atas hanya streotipe saja yang hanya dilakukan oleh segelintir orang. Suku Madura memiliki aturan dan tatakrama yang sangat kuat. Orang Madura sangat menghormati orang tua, guru, dan sebagainya. Apalagi Madura Timur (Pamekasan dan Sumenep)yang dikenal halus gaya bicaranya dan sangat sopan santun. Sopan santun dan Tata Krama yang halus bila bertamu dan di sajikan Makanan, Minuman. Harus lah di Santap untuk menghormati. Apabila Terjadi kesalah Pahaman atau masalah Orang Madura bersabar dan hanya Berdiam Diri. Segala Rasa Hormat akan berubah apabila Orang lain Hormat maka apabila sebaliknya maka juga akan berbalik tidak Hormat. Salah satu Orang Madura tidaklah mengenal rasa Takut, Tidaklah Malu apabila di hina atau hanya Fitnah. Orang Madura sangatlah berpegang teguh dengan agama. Meskipun banyak Remaja dan Generasi Saat ini yang kurang memahami namun hanya sebagian kecil. Rasa Saling Menghormati dan Menghargai sangatlah di junjung tinggi. Semua sesuai dengan Ajaran Agama Islam. Orang Madura sangat berpegang teguh pada ayat al quran dimana tercemin pada ke seharian Orang Madura.


adat istiadat suku sunda

SUKU SUNDA

 Nama Sunda mulai digunakan oleh raja purnawaman pada tahun 397, mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Kemudian peristiwa ini dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan raja Galuh. Akhirnya kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu kerajaan sunda dan kerajaan galuh dengan sungai cinarum sebagai batasnya.
 Orang Sunda dikenal memiliki sifat optimistis, ramah, sopan,  Orang portugis  mencatat bahwa orang sunda bersifat jujur dan pemberani. Orang sunda juga adalah yang pertama kali melakukan hubungan diplomatik secara sejajar dengan bangsa lain. Sang Hyang surawisesa  atau Raja Samian adalah raja pertama di Nusantara yang melakukan hubungan diplomatik dengan Bangsa lain pada abad ke-15 dengan orang Portugis di malaka. . Beberapa tokoh Sunda juga menjabat Menteri dan pernah menjadi wakil Presiden pada kabinet RI.

CIRI KHAS MAKANAN SUNDA

Citarasa yang ringan serta sederhananya membuat masakan sunda menjadi khas. Berbagai macam komponen rempah-rempah yang terdapat pada bahan masakan kuliner sunda membuat rasa yang enak serta melekat dilidah masyarakat jawa barat. Para nenek moyang tanah pasundan mencoba-coba memasukan rempah-rempah untuk disatukan ke dalam makanan yang ada di jawa barat sampai menemukan racikan yang sempurna untuk lidah masyarakatnya sehingga terbentuknya resep. 

adat istiadat suku di indonesia

Di indonesia banyak adat istiadat di indonesia, salah satunya suku Melayu, Jawa, Madura, Batak, Sunda. Sekarang penulis akan menjelaskan salah satu dari adat istiadat suku yang sudah di atas ini.

Suku Melayu 
 Nama "Melayu" berasal dari kerajaan melayu yang pernah ada di kawasan Batang Hari, jambi. pemakaian istilah melayu pun meluas ke daerah sumatera.  Suku melayu berada di daerah Sumatera  itu di bagian timur,bagian Selatan Thailand,Kalimantan Barat dan Sabah pesisir. Meskipun begitu...banyak pula masyarakat MinangKabau, Mandailing, dan Dayak yang pindah ke pesisir timur sumatra dan pantai barat Kalimantan. mengaku sebagai orang melayu.di melayu terdapat tiga jenis adat yaitu adat sebenar adat atau adat yang memang tidak bisa diubah lagi karena merupakan ketentuan agama , adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat oleh penguasa pada suatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku selama tidak diubah oleh penguasa berikutnya, dan adat yang teradat adalah konsensus bersama yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam menentuhan sikap dan tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat.Adat-istiadat yang merupakan pola sopan-santun dalam pergaulan orang Melayu di Riau sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan nasional sesama warga negara. Bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa nasional Indonesia mengikutsertakan pepatah, ungkapan, peribahasa, pantun, seloka, dan sebagainya, sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi pepatah dan peribahasa yang berasal dari Melayu dan yang bukan dari Melayu.Karakter Orang Melayu sangat identik dengan kesopanan dalam pergaulan dimana bisa kita lihat dalam sebuah karya sastra melayu :


  
Adat perkawinan melayu
 adat perkawinan melayu sangat lah sulit, karenakan banyak tahapan yang harus dilalu. kesulitan tersebut muncul di karenakanperkawinan di pandangan melayu harus mendapatkan restu dari kedua orang tua serta harus mendapat pengakuan yang resmi dari tetangga maupun masyarakat.
 Dalam pandangan melayu,kehadiran keluarga,sanak saudara,tetangga, dan masyarakat kepada manejis perkawinan untuk mempererat hubungan bermasyarakat, dan memberikan sanksi dan doa restu atas perkawinan yang akan di langsungkan.